Senin, 05 Oktober 2009

Dimana Kau Wahai Mulut Manis???


Sri Lestari

Saat kau butuh aku, kau mengemis-ngemis dengan kata manismu, dengan janji indahmu, dengan berbagai mutiara yang meluncur dari mulut mulutmu. Aku pun luluh dalam pelukmu. Aku jatuh dan hanyut dalam buaian kata-katamu.

Namun kini….
Saat aku membutuhkan mu, kau pergi mencampakkanku, kau tertawa menikmati apa yang selama ini kau impikan, kau sumringah di atas penderitaan yang kualami.

Kau tertawa di atas tangisanku
Kau menari di balik pedihnya jatuh yang kualami
Di mana janjimu wahai mulut manis?
Bukankah kau telah meyakinkan aku bahwa kau akan selalu melayaniku, mendampingiku, dalam suka maupun duka?
Bukankah kau pun telah berikrar, bersumpah, untuk memberikan yang terbaik untukku?
Mengapa kini kau terbahak saat aku menjerit menahan sakit?
Mengaapa kau hanya tertawa saat aku merintih menahan perih?

Jeritan hati koraban gempa…..


Kita tentu masih ingat dengan kompetisi calon wakil rakyat yang digelar pada tanggal 9 April 2009 lalu. Masih melekat dalam ingatan kita mengenai janji dan sumpah mereka jika mereka berhasil mencapai kursi kehormatan di Senayan sana. Berbagai cara mereka lakukan untuk menarik simpati SRI (Seluruh Rakyat Indonesia) dalam mensukseskan visi dan misinya meraih tampuk kekuasaan, mulai dari memberikan santunan kepada fakir miskin dan ingin diekspos di media (padahal itu riya), menggelar hiburan porno di depan anak-anak, membagikan stiker yang membuat jalanan penuh sampah berserakan, dan lain sebagainya.

Namun, coba kita evaluasi sekarang, apa saja yang dilakukan para elit itu saat bangunan menimpa tubuh kita? Saat besi itu menghujam hati kita? Saat air mata membanjiri negeri kita? Saaat darah bersimbah di bumi Pertiwi ini?

30 September 2009, Padang porak poranda, luluh lantak tak berdaya. Yang terdengar hanyalah jerit tangis kesakitan, pedih perih penderitaan, dan yang terlihat hanyalah ribuan manusia manusia dengan luka yang menganga, nyawa yang tak ada, dan tempat tinggal yang rata dengan tanah.

30 September 2009, mereka yang akan duduk di Senayan, sedang menikmati fasilitas Hotel Marriot yang mewah itu. Mereka itulah Si Mulut Manis yang telah sukses memperdayai seluruh voters-nya. Mereka tersenyum bahagia menikmati mewahnya fasilitas yang diberikan Negara, sumringah merasakan nyamannya tidur dan bersantai di hotel dengan tariff 2 juta per malam itu. Di sana banyak gelak tawa, senyum merona, bahagia, canda, makanan lezat dan segala sesuatu yang glamour. Ya, anggaran 46 Milyar uang Negara…mereka habiskan dalam beberapa hari, gila!!!!

Wahai mulut manis!!!
Kenapa bukan kau yang mengangkat puing reruntuhan yang menimpaku?
Mengapa bukan kau yang mencabut besi runcing itu dari ulu hatiku?
Mengapa bukan kau yang mengusap air mataku?
Mengapa bukan kau yang mengusap noda darah di badanku dan mengeringkan keringatku?

Wahai mulut manis!!!
Dimana kau?
Aku mencarimu dalam tangisku, dalam jeritanku, dalam rintihanku
Aku menantikan hadirmu, aku menunggu janjimu

Wahai mulut manis!!!
Kemarilah…..
Aku ingin kau menghiburku, memberikan apa yang menjadi hakku
Jangan takut!!!
Aku tak ingin hartamu
Kemarilah wahai mulut manis!
Aku hanya ingin kau mengurus jenazahku, dan menghantarkanku sampai liang lahat.

Wahai mulut manis!!!
Ingatlah, perbuatanmu akan dimintai pertangungjawaban kelak!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar